Bakat dan Sifat Nabi SAW

Oleh : Sayid Muhammad Alawy Al Maliki

At-Turmidzy meriwayatkan dari Ibnu Abi Halah, bahwa bila Nabi sedang berbicara, maka semua sahabat yang berada di sekelilingnya tenang sambil menundukkan kepala, seolah-olah kepala mereka sedang dihinggapi burung.

Memang sahabat Nabi tidak dapat memandang wajah beliau dengan tajam, karena keagungan dan wibawanya. Yang dapat menceritakan dan menggambarkan sifat dan rupa beliau adalah mereka yang masih kecil atau yang berada di bawah asuhannya sebelum masa kenabian. Seperti Hindun binti Abi Halah dan Imam ‘Ali R.a.

Karena keagungan dan kewibaanya itulah, maka siapa pun yang duduk mendampinginya, akan berdebar hatinya. Terpengaruh oleh kewibawaan yang memancar dari pribadi agung itu. Oleh sebab itu beliau selalu bersikap ramah dan lemah lembut, sekadar menenangkan dan menenteramkan hati mereka.

Qiblah binti Makhramah bercerita: “Aku pernah melihat Rasulullah duduk dengan tenangnya. Tiba-tiba rasa takut menyelinap dalam hatiku, aku pun menggigil Kemudian terdengar suara orang berkata Ya Rasulullah kasihan benar wanita itu Ia menggigil takut dengan engkau Maka beliau tampak melihatku, karena aku berada di belakang punggungnya Lantas beliau berkata “kasihan benar engkau, tenangkanlah hatimu “ Setelah kudengar suara itu segera lenyap rasa takut dalam hatiku

Abi Mas’ud Al Badry, menceritakan apa yang pernah dialaminya. Ia mengisahkan “Ketika aku sedang menghajar seorang budakku, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang. Mulanya tidak kupedulikan, karena amarahku sedang meluap. Ternyata Rasulullah yang kulihat, maka cemeti yang kupegang jatuh ke tanah, dan beliau berkata kepadaku: “Demi Allah, Tuhan dapat berbuat kepada dirimu, lebih dari apa yang engkau lakukan sekarang”. Maka dengan suara tersendat-sendat aku berkata Ya Rasulullah, demi Allah saya tidak akan menghajar lagi budakku sesudah ini.

Pancaran nurani yang menghias keindahan dan keagungan Nabi, sebagaimana tersebut pada sifat dan gambaran wajahnya, itu pun dalam arti yang hakiki. Cahaya beliau adalah cahaya yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Sebagaimana yang diriwayatkan Hadist Jabir. Menurut Azzarqany, Hadis itu juga diriwayatkan oleh An-Naihaqi dan tidak bertentangan dengan Hadist riwayat At-Turmidzy, bahwa mahluk pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam. Sebab antara keduanya dapat disesuaikan pengertiannya. Hadis Jabir yang meriwayatkan, bahwa Nur Muhammad adalah yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Berarti bahwa Allah yang menjadikan segala macam cahaya. Menciptakan Nur Muhammad sebelum menciptakan cahaya yang lain.

Hadist yang dapat memperkuat tentang Nur Muhammad ini adalah seperti yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Husin dan ayahnya ‘Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi bersabda: “Dahulunya aku ini dari cahaya di hadapan Tuhanku.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul Qathaan, seorang ahli ilmu hadis yang. sangat terkenal cermat dalam meneliti riwayat sanad hadis.

Firman Allah :

Artinya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu (Muhammad) cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (QS A1-Maidah: 15)

Sebagian ulama menafsirkan cahaya dalam ayat ini adalah Muhammad. Demikian dalam tafsir At Thabary, Ibnu Abi Hatim dan Al-Qurtubi mengutip tafsiran Qatadah.

Di samping itu, cukup banyak riwayat sehubungan dengan kelahiran Nabi. Ibundanya melihat pancaran cahaya, sehingga di bawah sorotannya dapat melihat secara jelas bangunan-bangunan yang berada di negeri Syam.

Ditambah lagi dengan hadis riwayat At-­Thabarany, bahwa: “Kami melihat cahaya memancar dari padanya.”

Dalam Hadis riwayat Ibnu ‘Abbas: “Bila Rasulullah berbicara ada cahaya bersinar dari arah mulutnya.” (Riwayat At-Turmidzy).

Demikian juga Ibnu Abi Hallah menurut riwayat At-Turmidzy yang lain dalam menceritakan sifat-sifat Nabi, bahwa: “Beliau diliputi oleh sinar cahaya.”

‘Aisyah mengisahkan: “Aku sedang duduk bersama Nabi SAW yang tengah memperbaiki sandalnya. Kulihat keringat beliau membasahi keningnya. Keringat itu berkilauan. Aku pun heran tercengang. Lalu Nabi berkata kepadaku: “Mengapa engkau tercengang hai, ‘Aisyah?” Dan ‘Aisyah menjawab, “Karena kening engkau yang berkeringat menyinarkan cahaya.”

Memang ada sementara orang yang memahami arti Nur Muhammad, bahwa Nabi SAW adalah cahaya. Sehingga mereka membayangkan seolah-olah beliau itu seperti pelita yang menyorotkan cahaya. Padahal Nabi jauh lebih mulia dan agung dan anggapan yang demi­kian. Ada kalanya memang cahaya dalam arti hakiki tampak terlihat dari padanya. Seperti cahaya yang memancar dari benda yang bersinar. Namun hal itu tidak selalu terjadi. Hanya dalam batasan mu’jizat beliau. Bahkan hal serupa pernah terjadi pada diri sementara sahabat Nabi SAW

Al-Bukhary meriwayatkan, yang memperoleh gelar (Dzinnur) atau yang memiliki cahaya, karena ketika datang kepada Rasulullah SAW ia meminta agar diizinkan berdakwah ditengah-tengah suku kabilahnya yang masih kafir. Ia meminta pula agar kepadanya diberi sekedar tanda dan bukti akan kebenaran ajaran yang akan disampaikannya dipercaya. Kemudian Rasululah mendoakan: “Ya Allah berikanlah kepadanya sinar cahaya”,Maka bersinarlah cahaya di antara kedua matanya. Ia tampak belum puas, lalu berkata, ya Rasulullah saya merasa khawatir mereka akan berkata, itu hanya penyakit semata, maka cahaya itu pindah ke ujung tongkatnya, menjadi pelita penerang baginya dalam kegelapan malam.

Sumber : www.buntetpesantren.org

Tentang abizakii

"Seorang hamba Allah yang berusaha mengenal dan mencintai Nabi-Nya"
Pos ini dipublikasikan di Rasulullah SAW dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar