Puasa dan Kesehatan

Setiap kita berbicara tentang hubungan puasa dengan kesehatan, maka yang terpikir hanyalah pengaruh antara menahan lapar dan dahaga di siang hari terhadap kesehatan. Padahal, pengalaman dari dulu menunjukkan bahwa tidak ada orang yang mati atau jatuh sakit yang berat akibat berpuasa di bulan Ramadhan. Sedang untuk mereka yang benar-benar sakit, dari sejak awal Allah sudah mengizinkan mereka untuk tidak berpuasa, dan dibolehkan menggantinya dengan membayar fidyah. Tetapi untuk orang yang sehari-hari sehat, menunda makan minum selama dua belas jam bukanlah hal yang akan membahayakan kesehatannya, apa lagi jiwanya.

Daya tahan manusia terhadap tidak adanya makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya cukup besar. Manusia sehat dapat bertahan hidup selama dua minggu, meskipun tanpa makanan sama sekali, asal tetap minum air. Sedangkan jika selain tidak makan juga tidak minum sama sekali, ia dapat bertahan selama seminggu. Kalau hanya menahan makan dan minum selama dua belas jam saja, pengaruh buruknya terhadap kesehatan praktis tidak ada sama sekali.

Penelitian medis terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadan pernah dilakukan oleh Muazzam dan Khaleque dan dilaporkan dalam majalah Journal of Tropical Medicine pada 1959. Juga oleh Chassain dan Hubert, yang dilaporkan dalam Journal of Physiology pada 1968.

Mereka menemukan bahwa tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadan. Kadar gula darah memang menurun lebih rendah daripada biasanya pada saat-saat menjelang magrib, tetapi tidak sampai membahayakan kesehatan. Kadar asam lambung akan meningkat pada saat menjelang magrib di hari-hari pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal. Barangkali itu pula sebabnya puasa diwajibkan hanya kira-kira 12 jam saja.

Ketika pengaruh menahan lapar dan dahaga selama 12 jam di siang hari tidak berpengaruh terhadap kesehatan, yang sebenarnya lebih besar manfaatnya bagi kesehatan dalam berpuasa sebenarnya adalah justru niat dan kemauan untuk menahan nafsu.

Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar penyakit yang diderita manusia sebenarnya berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri. Dari penyakit infeksi, muntaber, sampai ke penyakit jantung, penyakit akibat stres, bahkan beberapa jenis kanker erat kaitannya dengan perilaku tidak sehat manusia.

Contoh yang paling jelas tentang hubungan perilaku dengan penyakit adalah penyakit muntaber (akibat tidak menjaga kebersihan makanan dan lingkungan), dan penyakit kelamin (akibat “membeli” penyakit dari pelacur). Akan halnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan penyakit-penyakit akibat stres (termasuk sakit lambung), itu semua sangat erat kaitannya dengan ketidakmampuan menahan diri. Tidak mampu menahan diri ketika melihat pesaing lebih maju, tidak mampu menahan amarah, dan tidak mampu menahan diri untuk bersabar.

Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang dipendam maupun dinyatakan, sedang “panas hati” oleh sebab apa pun, atau sedang dilanda rasa tidak sabar, akan meningkat kadar hormon katekholamin dalam darahnya. Hormon katekholamin ini akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan menaikkan tekanan darah. Semua itu, jika dibiarkan berlangsung lama, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses ketuaan.

Ingat akan puasa ketika hendak marah, ketika tidak sabar, atau ketika panas hati, akan membatalkan terjadinya peningkatan kadar hormon kelompok katekholamin dalam darah. Efek inilah yang sebenarnya lebih besar pengaruhnya terhadap kesehatan dalam pengertian yang positif, karena ia akan menghindarkan seseorang dari efek buruk akibat kadar hormon kelompok katekholamin yang meningkat secara berlebihan ketika orang marah, kesal, panas hati, dan tidak sabar.

Puasa sebenarnya mengandung pesan agar orang menghindari perilaku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong oleh emosi. Hanya dengan demikian puasa akan memberi manfaat yang besar terhadap kesehatan dan membantu memperpanjang harapan hidup.

Kartono Muhamad (Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia)

Kolom ini diambil dari Majalah TEMPO edisi 7 April 1990

Sumber disini

Tentang abizakii

"Seorang hamba Allah yang berusaha mengenal dan mencintai Nabi-Nya"
Pos ini dipublikasikan di Puasa dan tag , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar