Etika Sambut Ramadan

Oleh Habib Luthfiy

DALAM segi keimanan, kita merasa menjadi hamba yang beriman dan meyakini keimanan tersebut. Sudah selayaknya atas dasar keimanan itu, dengan adanya bulan Ramadan, yang mana di dalamnya ada nilai-nilai tersendiri. Antara lain, nilai dalam membangun keimanan. Kemudian yang kedua, segi sosial, yakni menjalin hubungan yang erat antar sesama umat.

Selanjutnya yang ketiga, nilai-nilai akhlakul kharimah tersebut akan terbangun lebih kokoh dengan sesamanya selama bulan Ramadan. Walaupun bidang akhlakul kharimah dalam pengamalannya tidak tergantung adanya bulan Ramadan saja. Karena, akhlakul kharimah tersebut merupakan mahkota kehidupan yang harus diamalkan untuk bekal kehidupan sehari-hari.

Untuk itu, saya memberikan contoh yang sekiranya mudah dicerna untuk menyambut kedatangan bulan Ramadan dalam beretika, adab, dan akhlak, yaitu bagaikan orang menunggu waktu tibanya umat muslim untuk menjalankan shalat.

Ketika terdengar waktu tibanya shalat, mereka terlebih dahulu berwudu, berpakaian relatif rapi (bersih dan suci). Maka pada waktu diperingatkan oleh entah itu bedug, kentongan sebagai tanda datangnya waktu shalat, dan azan sebagai panggilan untuk menunaikan ibadah shalat, mereka bergegas menyiapkannya.

Orang-orang yang telah mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya waktu shalat tersebut akan mendapatkan dua pahala. Pertama, dengan wudhunya sebelum waktu shalat tiba dan berpakaian dengan kerapiannya. Kedua, pahala menyambut panggilan shalat (azan).

Begitu pula tentang Ramadan, untuk menyambut bulan suci tersebut, ada beberapa etika yang harus dilakukan. Antara lain;

  • silaturahmi untuk meminta maaf dan saling memaafkan, sehingga dalam menjalankan amal Ramadan, kita dalam keadaan dan kondisi suci dalam beribadah.
  • Kemudian, mensyiarkan bulan untuk umat (syahrul umah) atau bulan panen amal sholeh.
  • Selanjutnya yang ketiga, mempersiapkan diri dalam segala bentuk yang mengakibatkan membatalkan puasa dan melemahkan imannya.

Maka dari itu, kita wajib mengetahui syarat-syarat dan sunah-sunahnya dalam menjalankan puasa yang merupakan ibadah pada bulan Ramadan. Dari hari pertama menjalankan ibadah puasa Ramadan, hasilnya untuk bekal menjalankan ibadah puasa di hari kedua. Kemudian, hasil dari hari kedua, untuk dijadikan bekal menjalankan ibadah bulan Ramadan yang ketiga, dan demikian seterusnya.

Dengan melakukan beberapa langkah tersebut, pada akhirnya kita akan meraih kemenangan. Dengan kemenangan tersebut, akan dijadikan bekal untuk membangun kembali keimanan saat menghadapi bulan Ramadan yang akan datang.

Dari kemenangan yang pertama, sudah semestinya untuk menemukan kemenangan yang kedua. Dari kemenangan yang kedua, akan menemukan kemenangan ketiga dan seterusnya (setiap hari raya).

Untuk itu, apabila kita bisa memperoleh kemenangan tersebut, pembekalan dengan hari kemenangan itu akan menyempurnakan dalam membangun jiwa dan raga yang nantinya akan membuahkan aroma ketauladanan, khususnya untuk keluarga, sanak famili, tetangga, dan umum pada khususnya serta bangsa pada umumnya, akan tumbuh mekar, iman, dalam jiwa dan kalbunya.

Selanjutnya, sifat-sifat mahmudah (terpuji) nampak dalam individunya. Semakin jelas dalam rasa menjalin tali silaturahmi (persaudaraan) yang tidak semu. Mereka akan selalu asah, asih, asuh, nasihat menasihati, menutupi kekurangan di antara satu dengan yang lain, dalam arti moril.

Kalau mampu, bisa ke materiil. Kemudian, menjunjung tinggi nilai keimanan, dan lebih jauh menjaga dan menghormati dirinya sendiri. Dari itu semua, barang siapa mengerti dan menghormati kehormatannya sendiri, maka mereka akan menghormati orang lain.

Contoh sederhana yang saya ambil, yaitu apabila kita bisa menghormati orang-orang yang di bawah umur kita. Misalnya dari tutur kata sampai perilaku, maka kita akan dihormati dan disegani oleh saudara kita sendiri atau orang lain.

Namun jangan salahkan apabila saudara kita yang seharusnya mendapat suri ketauladanan dari kita yang merasa lebih tua atau apabila saudara kita tidak menghormati kita yang tidak bisa menempatkan diri.

Contoh lainnya, hasil dari Ramadan yang namanya lapar, yaitu tidak memandang bulu, apakah itu kaya atau miskin. Bedanya, si kaya masih ada beras yang digunakan untuk berbuka puasa. Sedangkan sang fuqoro (fakir miskin), di satu sisi lapar. Tapi di sisi yang lain, dia berpikir dan ikhtiar untuk mendapatkan sarana membeli beras. Maka, dengan melihat kelaparan si miskin tersebut, akan menjadi bekal kita memandang ke bawah, terutama bagi yang mampu.

Bisakah kita memberikan dorongan semangat bagi si miskin dalam menjalankan ibadah puasanya? Sebaliknya, bagi yang kurang mampu akan melihat ke bawah pula, sehingga dapat melahirkan sabar dan syukur.

Inilah di antaranya inti dari beberapa hal yang tertulis di atas, yang pertama etika dalam menyambut bulan puasa dan kedua dalam menjalankan ibadah puasa.

semoga bermafaat,

Sumber : ahlussunahwaljamaah.wordpress.com

Tentang abizakii

"Seorang hamba Allah yang berusaha mengenal dan mencintai Nabi-Nya"
Pos ini dipublikasikan di Puasa dan tag , , , , , , , . Tandai permalink.

Satu Balasan ke Etika Sambut Ramadan

Tinggalkan komentar