Sirah Nabawiyah(16),Baiat ‘Aqabah

Baiat ‘Aqabah Pertama

Pada tahun itulah Islam tersebar di Madinah. Pada tahun berikutnya dua belas orang lelaki dari Anshar datang di musim haji menemui Rasulullah saw, di ‘Aqabah (‘Aqabah pertama). Kemudian mereka berbaiat kepada Rasulullah saw seperti isi baiat kaum wanita (yakni tidak berbaiat untuk perang dan jihad). Di antara mereka terdapat As’ad bin Zurarah, Rafi’ bin Malik, ‘Ubadah bin Shamit dan Abu al-Haitham bin Tihan.
Dalam sebuah riwayat, ‘Ubadah bin Shamit mengatakan: Kami sebanyak dua belas orang lelaki. Kemudian Rasulullah saw bersabda kepada kami, “Kemarilah berbaiatlah kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun juga, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak akan berdusta untuk menutup-nutupi apa yang di depan atau di belakangmu, dan tidak akan membantah perintahku dalam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi janji, maka pahalanya terserah kepada Allah. Jika kamu melanggar janji itu, lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu merupakan kafarat baginya. Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu, kemudian Allah menutupinya, maka urusannya terserah kepada Allah. Bila menghendaki Allah akan menyiksanya, atau memberi ampunan menurut kehendak-Nya.“ ‘Ubadah bin Shamit berkata: “Kemudian kami berbaiat kepada Rasulullah saw untuk menepatinya.”

Setelah pembaiatan ini, para utusan kaum Anshar itu pulang ke Madinah. Bersama mereka Rasulullah saw mengikutsertakan Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan al-Quran dan hukum-hukum agama kepada mereka. Sehingga akhirnya Mush’ab bin Umair dikenal sebagai Muqri’ul-Madinah.

Baiat ‘Aqabah Kedua

Pada musim haji berikutnya, Mush’ab bin ‘Umair kembali ke Mekkah dengan membawa sejumlah besar kaum Muslim Madinah. Mereka berangkat dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik yang pergi haji.

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik: Kemudian kami berjanji kepada Rasulullah saw untuk bertemu di ‘Aqabah pada pertengahan hari Tasyrik. Setelah selesai pelaksanaan haji, dan pada malam perjanjian kami dengan Rasulullah saw, kami tidur pada malam itu bersama rombongan kaum kami. Ketika sudah larut malam, kami keluar dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui Rasulullah saw sampai kami berkumpul di sebuah lembah di pinggir ‘Aqabah. Kami waktu itu berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang wanita, Nasibah binti Ka’b dan Asma’ binti Amr bin ‘Addi.

Di lembah itulah kami berkumpul menunggu Rasulullah saw sampai beliau datang bersama pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib. Orang-orang pun lantas berkata, “Ambillah dari kami apa saja yang kamu suka untuk dirimu dan Rabb-mu.“ Kemudian Rasulullah saw berbicara dan membacakan al-Quran. Beliau mengajak supaya mengimani Allah dan memberikan dorongan kepada Islam, kemudian bersabda :
“Aku baiat kamu untuk membelaku, sebagaimana kamu membela istri-istri dan anak-anakmu.“

Kemudian Barra’ bin Ma’rur menjabat tangan Rasululalh saw seraya mengucapkan, “Ya, demi Allah yang telah mengutusmu sebagai nabi dengan membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Baiatlah kami wahai Rasululalh saw. Demi Allah, kami adalah orang-orang yang ahli perang dan senjata secara turun-temurun.“

Di saat Barra’ masih berbicara dengan Rasulullah saw Abu al-Haritsam bin Taihan menukas dan berkata, “Wahai Rasulullah saw, kami terikat oleh suatu perjanjian dengan orang-orang Yahudi, dan perjanjian itu akan kami putuskan! Kalau semuanya itu telah kami lakukan, kemudian Allah memenangkan engkau (dari kaum musyrik), apakah engkau akan kembali lagi kepada kaummu dan meninggalkan kami?“ Mendengar itu Rasulullah sw tersenyum kemudian berkata: “Darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku, aku darimu dan kamu dariku. Aku akan berperang melawan siapa saja yang memerangimu, dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai denganmu.“

Kemudian Rasulullah saw minta dihadirkan dua belas orang dari mereka sebagai wakil (naqib) dari masing-masing kabilah yang ada di dalam rombongan. Dari mereka terpilih sembilan orang dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus. Kepada dua belas naqib yang terpilih itu Rasulullah saw berkata :
“Selaku pemimpin dari masing-masing kabilahnya, kamu memikul tanggung jawab atas keselamatan kabilahnya sendiri-sendiri, sebagaimana kaum Hawariyyin (12 orang murid Nabi Isa as) bertanggung jawab atas keselamatan Isa putra Maryam, sedangkan aku bertanggung jawab atas kaumku sendiri (yakni kaum Muslim di Mekkah).”

Orang yang pertama kali maju membaiat Rasulullah sw adalah Barra’ bin Ma’rur, kemudian diikuti oleh yang lainnya.

Setelah kami berbaiat kepada Rasulullah saw beliau berkata, “Sekarang kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.“ Kemudian Abbas bin ‘Ubadah buin Niflah berkata :
“Demi Allah yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau suka , kami siap menyerang penduduk Mina dengan pedang-pedang kami esok hari.“

Tetapi Rasulullah saw menjawab :
“Kami belum diperintahkan untuk itu, tetapi kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.“

Kemudian kami kembali ke tempat-tempat tidur kami, lalu tidur hingga pagi. Ketika kami bangun di pagi hari, tiba-tiba sejumlah orang-orang Quraisy datang kepada kami seraya berkata, “Wahai kaum Khazraj, kami mendengar bahwa kamu telah menemui Muhammad saw dan mengajaknya pergi dari kami, dan kamu juga telah berbaiat kepadanya untuk melancarkan peperangan terhadp kami. Demi Allah tidak ada sesuatu yang paling dibenci oleh kabilah Arab mana pun selain pecahnya peperangan antar kami dengan mereka.”

Ketika itu beberapa orang musyrik yang datang dari Madinah bersama kami menyatakan kesaksian mereka dengan sumpah, bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy itu tidak benar, dan mereka tidak mengetahui hal itu. Orang-orang musyrik dari Madinah itu tidak berdusta, mereka benar-benar tidak tahu duduk persoalannya yang sebenarnya. Mendengar kesaksian itu, kami merasa heran dan saling beradu pandang.

Setelah rombongan meninggalkan Mina, barulah orang-orang Quraisy mengetahui perkara yang sebenarnya. Kemudian mereka mengejar dan mencari kami. Kami semua berhadil lolos kecuali Sa’d bin ‘Ubadah dan al Mundzir bin Amr (keduanya adalah naqib) tertangkap di Adzakhir (sebuah tempat dekat Mekkah). Karena al-Mundzir bin Mar mampu meloloskan diri kembali dari kepungan orang-orang Quraisy, akhirnya hanya Sa’d bin ‘Ubadah yang diseret dengan kedua tangannya diikatkan ke lehernya dibawa ke Mekkah.

Berkata Sa’d: “Demi Allah, ketika mereka menyeretku tiba-tiba datang menghampiriku salah seorang dari mereka seraya berkata: “Celaka! Tidakkah kamu memiliki salah seorang kawan dari Quraisy yang terikat perjanjian dan pemberian hak perlindungan denganmu?“ Aku jawab, “Demi Allah ada. Aku pernah memberikan perlindungan kepada Jubair bin Muth’am dan Harits bin Umayyah. Aku pernah melindungi perdagangannya dan membelanya dari orang yang ingin merampoknya di negeriku.“ Orang itu berpesan, “Celaka! Panggillah kedua orang tersebut.“ Lalu aku panggil keduanya, kemudian membebaskan aku dari tangan mereka.”

Ibnu Hisyam berkata: “Baitul Harbi (baiat untuk berperang) ini dilakukan tepat ketika Allah mengijinkan Rasul-Nya untuk melakukan peperangan. Baiat ini berisi beberapa persyaraatan selain persyaratan yang disebutkan di dalam baiat ‘Aqabah pertama. Baiat ‘Aqabah pertama isinya sama dengan baiat kaum wanita, karena ketika itu Allah belum mengijinkan beliau berperang. Rasulullah saw membaiat mereka pada ‘Aqabah yang terakhir untuk berperang. Sebagai imbalan kesetiaan terhadap baiat ini, Rasulullah saw menjanjikan surga kepada mereka.

Ubadah bin Shamit berkata: “Kami berbaiat kepada Rasulullah saw pada Baiatul-Harbi untuk mendengar dan setia, baik pada waktu susah ataupun senang, tidak akan berpecah belah, akan mengatakan kebenaran di mana saja berada, dan tidak akan takut kepada siapa pun di jalan Allah.”

Ayat yang pertama kali turun mengijinkan perang kepara Rasulullah saw ialah firman Allah :
“Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa asalan yang benar, kecuali karena mereka berkata, “Rabb kami hanyalah Allah.“ Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirubuhkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang ynag menolong (agama)-Nya . Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.“ QS al-Hajj : 39 – 40

[Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press]
Sumber : daffodilmuslimah

Tentang abizakii

"Seorang hamba Allah yang berusaha mengenal dan mencintai Nabi-Nya"
Pos ini dipublikasikan di Sirah Nabawiyah dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar