PAKU DI TIANG

Beberapa waktu yang silam, ada seorang Ayah yang mempunyai seorang anak lelaki bernama Mat.Ia tumbuh menjadi seorang yang lalai menunaikan perintah agama. Meskipun telah berbuih ajakan dan nasihat,suruhan dan perintah dari ayahnya agar Mat bersembahyang, puasa dan lain-lain amal kebajikan, dia tetap meninggalkannya.

Sebaliknya amal kejahatan pula yang menjadi kebiasaannya.berjudi, minuman keras, dan berbagai macam kemungkaran dilakukannya. Suatu hari ayahnya tadi memanggil anaknya dan berkata, “Mat, kau ini terlalu sangat lalai dan berbuat kemungkaran. Mulai hari ini aku akan pacangkan satu paku tiang di tengah halaman rumah kita. Setiap kali kau berbuat satu kejahatan, maka aku akan benamkan satu paku ke tiang ini. Dan setiap kali kau berbuat satu kebajikan,sebatang paku akan kucabut keluar dari tiang ini.”

Ayahnya berbuat sebagaimana yang dia telah dijanjikan, dan setiap hari dia akan memancangkan beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang sampai puluhan paku dalam satu hari. Jarang-jarang sekali dia mencabut keluar paku dari tiang.
Hari silih bergantii, bulan berganti bulan , dari musim hujan  berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun berlalu.Tiang yang berdiri megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi dengan paku-paku. Ada yang berkarat dikarenakan hujan dan panas.

Setelah melihat keadaan tiang yang bersusunkan dengan paku-paku yang menjijikkan pandangan mata, timbullah rasa malu. Maka mat pun berjanji untuk memperbaiki dirinya. Mulai detik itu, Mat mulai sembahyang. Hari itu saja lima butir paku dicabut ayahnya dari tiang. Besoknya sembahyang lagi ditambah dengan sholat2 sunah.Lebih banyak lagi paku tercabut. Hari berikutnya Mat meninggalkan sisa-sisa maksiat yang biasa diperbuat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak maksiat yang ditinggalkannya, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang.

Maka ayahnyapun memanggil anaknya dan berkata: “Lihatlah anakku, ini paku terakhir, dan akan aku cabutkannya keluar sekarang. Tidakkah kamu gembira?” Mat merenung pada tiang tersebut, tapi dibalik rasa gembira sebagai yang disangkakan oleh ayahnya, dia mula menangis terisak-isak. “Kenapa anakku?” tanya ayahnya, “aku menyangka tentunya kau gembira karena semua paku-paku tadi telah tiada.”Dalam nada yang sayu Mat mengeluh, “Wahai ayahku, sungguh benar katamu, paku-paku itu telah tiada,tapi aku bersedih bekas – bekas  lubang dari paku itu tetap kekal ditiang,bersama dengan karatnya.”

Saudara yang dimuliakan, dengan dosa-dosa dan kemungkaran yang seringkali diulangi sehingga menjadi suatu kebiasaan ,kita mungkin boleh mengatasinya, atau secara beransur-ansur menghapuskannya tapi ingatlah bahawa bekas-bekasnya akan kekal. oleh karena itu, apabila kita menyadari diri ini melakukan suatu kemungkaran,ataupun sedang diambang pintu kebiasan yang buruk, maka berhentilah serta-merta. Kerana setiap kali kita bergelimang dalam kemungkaran, maka kita telah memancangkan sebilah paku lagi yang akan meninggalkan bekas pada jiwa kita, meskipun paku itu kita cabut kemudiannya. Apalagi kalau kita biarkan paku tersebut berkarat dalam diri ini sebelum dicabut.Lebih-lebih lagi kalau dibiarkan berkarat dan tak pernah dicabut.

Semoga bermanfaat Wassalam.

Tentang abizakii

"Seorang hamba Allah yang berusaha mengenal dan mencintai Nabi-Nya"
Pos ini dipublikasikan di Nasehat dan tag , , , , . Tandai permalink.

4 Balasan ke PAKU DI TIANG

  1. barakwan berkata:

    Ya ‘Alimas-sirri Minnaa.. La Tahtikiss-sitra ‘Anna.. Wa ‘Afiina Wa’Fu ‘Anna.. Wa Kullana Haitsu Kunnaa..
    Wahai Allah Yang Maha mengetahui segala rahasia (aib) kami, jangan Kau singkapkan tirai yang menutupi rahasia (aib) kami..
    Maafkan dan selamatkanlah kami, dan jadilah Penolong kami di manapun kami berada..

  2. abizakii berkata:

    Amiin Ya Rabbal A lamin…

  3. Rozy berkata:

    Allahummaj’alna minattawwabin waj’alna minal mutathohhirin waj’alna min ‘ibaadikashshoolihin

Tinggalkan komentar